Rabu, 10 Oktober 2012

Filsafat, Agama, dan Merenung


FIFI YUNIARTI
09301244030
Pendidikan Matematika Swadana 2009

Filsafat, Agama, dan Merenung

Filsafat adalah olah pikir yang reflektif. Yang dimaksud reflektif disini adalah bagaimana kita mengenali, mengerti, dan mengungkapkan kembali dengan bahasa kita sendiri. Kuliah Filsafat adalah mempelajari tentang tata cara atau beradab. Manusia hidup juga menyelaraskan diri untuk menggapai ilmu, namun jika kita hanya rajin menuntut ilmu, hanya menggunakan potensi kita untuk diri kita sendiri, bagaimana kita akan tahu jika ilmu yang kita miliki juga bermanfaat bagi orang lain? Alangkah indahnya jika apa yang kita miliki, ilmu yang kita miliki dapat bermanfaat bagi orang-orang disekitar kita.
Berangkat dari keadaan, karena keadaan adalah sifat daripada hidup. Hidup manusia tidak dapat lepas dari keadaan. Jadi, hidup adalah keadaan. Keadaan meliputi unsur potensi dan fakta. Fakta setiap orang berbeda-beda. Apa yang kita lakukan di sekolah dalam rangka praktik mengajar, itu merupakan suatu potensi, karena pada dasarnya belum tentu nantinya kita akan menjadi guru yang sebenarnya. Keadaan bahwa kita telah terlahir di dunia ini, sekolah, dan sekarang menjadi mahasiswa adalah contoh suatu fakta dalam hidup kita.
Agama merupakan pernyataan pengharapan manusia dalam dunia yang besar atau jagat raya, karena ada jalan hidup yang benar yang perlu ditemukan. Manusia menjadi penganutnya yang setia terhadap agama karena menurut keyakinannya agama telah memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi hidupnya yang tidak mungkin dapat diuji dengan pengalaman maupun oleh akal seperti halnya menguji kebenaran sains dan filsafat karena agama lebih banyak menyangkut perasaan dan keyakinan.
Agama merupakan sesuatu yang ada, karena keberadaanya itulah makanya agama dikatakan pengkajian filsafat. Landasan agama atau tauhid merupakan landasan utama yang perlu diperhatikan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk keselamatan di dunia dan menjadi bekal di akhirat nanti. Misalnya dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajran bagi anak didik, dimana landasan tauhid dan spritual keagamaan ini menyangkut dengan hakikat menusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Oleh karena itu pendidikan dan pembelajaran yang harus dilakukan harus mengacu pada pembentukan kepribadian anak didik yang sesuai dengan nilai-nilai aqidah dan spiritual keagamaan yaitu menurut ajaran agama islam. Pandangan filsafat menurut agama islam tertuang semua pada Al-qur’an yang dijadikan seabgai pegangan dan pedoman hidup bagi orang-orang yang beriman. Baik hidup, mati, kapan, dan dimanapun ia berada adalah kekuasaan dan kehendak yang maha kuasa yaitu Allah SWT.
Dimana dapat dikatakan hubungan filsafat dengan agama diantaranya adalah setiap orang diharapkan merenung dalam hikmah untuk menjadi proses pendidikan dan usaha-usaha pendidkan suatu bangsa guna mempersiapkan generasi muda dan warga negara agar beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan menjadi warga negara sadar dan insaf tentang hidup serta mempunyai tauladan yang dapat dijadikan prinsip dan keyakinan.
Tidak selamanya filsafat itu harus merenung. Namun, ketika kita berhadapan dengan Allah, maka tak ada salahnya kita berdoa, merenung, mensyukuri apapun yang telah dianugerahkan olehNya kepada kita. Memohon ampun kepadaNya tentang kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan.

Pertanyaan:
1.    Bagaimana caranya agar kita dapat selalu menjaga niat? Bagaimana agar niat itu selalu tertanam di hati kita?
2.    Bagaimana cara kita ikhlas menerima cobaan maupun ujian yang diberikan oleh yang Maha Kuasa?

Rabu, 03 Oktober 2012

Membentuk Hidup yang Bermakna


FIFI YUNIARTI
09301244030
Pendidikan Matematika Swadana 2009

Membentuk Hidup yang Bermakna
                                                           
Jalan hidup seseorang berbeda-beda. Hidup terkadang menyenangkan, menyedihkan, menyebalkan, menyakitkan, kejam, dan lain sebagainya. Hidup seperti itu adalah hidup yang dijalani tanpa keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta ilmu pengetahuan. Sudah menjadi ketentuan dari Yang Maha Pencipta bahwa setiap kehidupan manusia akan mendapatkan ujian, cobaan, tantangan dan kesulitan. Namun sesuai dengan firman Allah Surat Al Baqarah ayat 286 yang artinya “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hambaNya melebihi kemampuan hamba itu sendiri. Tinggal bagaimana seseorang yang mendapatkan cobaan tersebut menghadapi, memaknai, dan mengambil hikmah dari setiap cobaan yang menimpanya.
Tidak ada manusia yang tidak khilaf dan bersalah. Tidak ada kehidupan manusia yang bersih dari noda dan dosa. Menurut Bapak Marsigit, membangun hidup yang bermakna adalah terjemah dan terjemahkan. Bagaimana kita memaknai, menerjemahkan setiap hal yang terjadi atau menimpa pada diri kita. Kita selalu berusaha dan kemudian diiringi dengan berikhtiar dalam doa. Bagaimana hubungan kita dengan Allah dan bagaimana hubungan kita dengan makhluk sesama ciptaan Allah.  
Peran ilmu yang luas sangat dominan dalam memahami petunjuk Allah SWT. Dengan Ilmu seseorang akan mampu melihat perbuatan yang baik dan buruk, yang merugikan atau yang menguntungkan, yang benar atau yang salah. Ada perbuatan yang menguntungkan seseorang atau kelompok, tetapi merugikan orang lain dan orang banyak. Hidup yang tidak dilandasi iman, cenderung menggunakan ilmu dan kemampuannya atas dasar nafsunya (mengikuti langkah syetan), melupakan fitrah hidup, bahwa jin dan manusia adalah untuk mengabdi kepada-Nya.
Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna. Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna dan ganjaran dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan. Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna. Makna hidup dan hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna yang didambakannya.
Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif ataupun makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.
Hidup kita didunia akan menentukan hidup kita di akhirat. Artinya, kita tidak bisa sembarangan menentukan makna hidup berdasarkan konsep yang tidak jelas asalnya. Jika kita salah memaknai hidup ini, kemudian kita hidup berdasarkan makna yang salah, maka sudah bisa ditebak kearah mana kita akan hidup. Untuk menemukan makna hidup yang benar, maka kita perlu merujuk ke rujukan yang dijamin kebenarannya yang tiada lain adalah Al Quran yang merupakan firman Allah Yang Menghidupkan semua manusia. Tentu saja, Allah SWT yang paling mengetahui tentang hidup kita termasuk makna hidup kita.

Pertanyaan:
1.    Bagaimana caranya agar kita dapat selalu menjaga niat? Bagaimana agar niat itu selalu tertanam di hati kita?
2.    Apakah filsafat hanya berkaitan dengan hal-hal abstrak yang tidak mengenai pada masalah-masalah kehidupan konkrit? Mengapa?